Jumat, 21 Maret 2008

kesepian

dalam keriuhan, aku diam
saat kericuhan, aku tetap sendiri
dalam gegap gempita,
aku masih sepi........

seonggok daging, berkelana........
tanpa jiwa tak berperasa.....
hilang, sirna, musnah, tiada.......
semua....dalam kegelisahan jiwa.....

apa yang aku cari
apa yang ku ingini
apa yang akan kugapai
semua hanya sepi dan sendiri

bY: abino

Senin, 17 Maret 2008

Akidah Ilmu Kalam

AKIDAH ILMU KALAM

Akidah ilmu kalam merupakan suatu ilmu yang mempelajari persoalan keimanan umat islam secara kritis dan mendalam. Sebenarnya mata kuliah ini tidak jauh beda dengan mata pelajaran yang sudah pernah diajarkan di Madrasah Ibtidaiyah ataupun Madrasah Tsanawiyah yaitu akidah ahlak, atau kalau yang dari pondok pesantren di ajarkan pada kitab “At-Tijan Ad-Durari” atau juga pada kitab “Aqidatul Awam” yang mana pada pembahasannya banyak mempelajari tentang rukun iaman, rukun islam, sifat wajib bagi Allah dan Rasulullah, juga ada beberapa asma’ Allah (Asmaul Husna).
Pada perkuliahan ini juga akan membahas mengenai permasalahan yang sama pada pembahasan di sekolah dulu, tapi yang membedakan dari pembahasan di tingkat sekolah adalah pada sikap kritis yang berupaya ditonjolkan dalam menyikapi atau mempertanyakan perihal dogma-dogma agama diatas.
pada pembelajaran di sekolah, sejak MI (Madrasah Ibtidaiyah) sampai MA (Madrah Aliyah) kita hanya tau bahwa rukun iman itu ada enam, rukun islam itu ada lima, sifat wajib Allah itu ada dua puluh, dan sifat muhalnya pun ada dua puluh. Tapi kita tidak pernah tau darimana datangnya bilangan-bilangan tersebut, hal ini lah yang membedakan pembahasan di sekolah dengan di perkuliahan. Pada perkuliahan, kita akan mulai memmpertanyakan dan mengkritisi manfaat dari diketahuinya bilangan-bilangan tersebut. Dalam perkuliahan, setelah mengetahui bilangan-bilangan tersebut tidak berhenti dan selesai begitu saja sebagaimana halnya di sekolah dulu, tapi disini kita mulai menanyakan kenapa rukun iman itu harus enam (misalnya).
Konsep diatas merupakan buah pikiran para ulama’ dan imam dalam memahami Al-Qur'an dan Hadis. Sehingga memunculkan beberapa gagasan untuk memudahkan orang awam mengenal Allah dan RasulNya dengan mengetahui hal-hal yang mendasar dan lebih mudah dipahami.
Konsep teologi yang seperti ini ternyata berbeda dengan madzhab lain (Syi’ah, Jabariyah, Mu’tazilah, dll) selain yang kita anut selama ini (NU, Muhammadiyah) yang mungkin telah diajarkan oleh para pendahulu kita menyatakan bahwa rukun iman itu ada enam, konsep yang seperti ini tidak serta merta dibenarkan oleh semua golongan umat islam, kita tahu bahwa di dalam islam banyak terdapat golongan-golongan keagamaan yang mempunyai konsep teologi yang berbeda-beda, misalnya saja syi’ah yang dalam madzhabnya ada 12 imam yang ijtihadnya dijadikan rujukan pengambilan hukum.
Sebenarnya pemikiran ketuhanan kita masih stagnan, sering kali kita kurang perduli dengan makna yang terkandung dalam dogma-dogma keagamaan, bahkan kita cenderung taklid (ikut-ikutan) melakukan suatu ritual keagamaan tanpa tau hukumnya, kita sering kali berhenti hanya sebatas melakukan apa yang dilakukan oleh anutan kita (ulama’) tanpa tau dasar hukum yang melandasinya. Kita tidak pernah mengkritisi atau mempertanyakan asal usul dilakukannya suatu ritual keagamaan dan dan menfaatnya pada kehidupan sehari-hari kita.
Konsep-konsep keagamaan seperti rukun iman, rukun islam, sifat wajib dan mukhal Allah, dan lain-lain. Merupakan indoktrinasi dari para pendahulu kita yaitu kalangan, kelompok madzhab atau aliran yang kita anggap ahlussunah wal jama’ah.
Akibat dari keberagaman golongan dan dan konsep teologi yang mendasarinya kita sering mendengar salah menyalahkan dan bahkan saling mengkafirkan antara golongan satu dengan golongan lainnya. Hal ini dikarenakan kita sering melupakan sejarah atau sebab-sebab dari keberadaan konsep teologi yang muncul dan tumbuh berkembang di kalangan masyarakat islam. Kalau menilik islam pada zaman nabi dahulu, niscaya kita tidak akan menemukan hal yang seperti sekarang ini. Karena pada zaman itu tidak ada perbedaan atau kesalah pahaman dalam memahami konsep keagamaan karena memang diwaktu itu ada Nabi Muhammad sebagai pusat keluh kesah masyarakat untuk menanyakan segala hal mengenai agama dan kehidupan.
Hal ini menjadi pertanda bahwa konsep teologi dari umat islam itu mengalami masa pengembangan dan perbedaan antara golongan satu dengan golongan lain mengingat pemikiran setiap orang juga berbeda-beda dan tidak ada Nabi sebagai penengah apabila terjadi kesalahan dalam memahami dogma agama.